Saturday, June 11, 2011

Rancunya Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila, Freemasonry, dan Pergolakan Umat Islam: Rancunya Pelajaran PPKn


“Sejarawan muslim dituntut nengungkapkan yang benar dan mengorbankan segala usaha untuk sampai kepada tujuan tersebut. Tidak boleh berbasa-basi terhadap seseorang, mengasihi, atau menzhaliminya.. Dari segi ilmiah sejarah itu sudah menjadi palsu, walaupun kalimat-kalimat yang ditulis di dalamnya benar, sebab dia memberi umat ukuran yang jauh lebih kecil dari ukuran yang sebenarnya, meletakkan si cebol yang lemah di tempat raksasa.” [1]
Ungkapan itu adalah guratan tangan Muhammad Quthb dalam bukunya “Kaifa Naktubu Attarikhal Islam” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Mengapa Kita Perlu Menulis Ulang Sejarah Islam”. Muhammad Quthb, seorang pendidik dan ulama kenamaan Mesir, menjelaskan banyak sekali para penulisan Islam yang dipalsukan oleh para orientalis demi menjalankan misi Gereja.
Menurut Quthb, pemanipulasian sejarah Islam memiliki sasaran yang jelas, yakni memupus habis rasa bangga dengan Islam dan Sejarah Islam di dalam jiwa pembaca muslim, mengubah rasa bangga, dengan rasa kaesal dan enci, sehingga pembaca tidak minat lagi membacanya pada masa-msa berikutnya. [2]
Rupanya apa yang dikhwatirkan Muhammad Quthb, momentumnya menjadi pas saat ini. Ditengah Upaya pemerintah memberlakukan kembali nilai-nilai pancasila dalam pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pasca kasus ‘terosisme’ yang menguat di kalangan umat Islam dan memupusnya rasa nasionalisme pemuda.
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, kemarin, mengatakan pemerintah termasuk lembaga negara yang menilai bahwa saat ini nilai-nilai Pancasila terpinggirkan di tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Mahfud menyatakan bahwa perlunya rencana aksi nasional oleh suatu lembaga untuk melakukan sosialisasi dan penerapan Pancasila melalui pendidikan.
Alhasil, rencana aksi pendidikan untuk memperkokoh nilai Pancasila itu merupakan kesepakatan yang diambil dalam pertemuan lembaga negara, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wapres Boediono, yang digelar hari rabu kemarin. [3] Sebelumnya di tiap level pendidikan, nama PPKn memang sudah masuk liang kubur dan kemudian diganti dengan “istilah” Civic Education. [4]
Seperti dikutip harian Kompas, tertanggal 6 Mei 2011, bahwa dengan dihapuskannya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) menjadi hanya Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di semua jenjang pendidikan membawa konsekuensi ditinggalkannya nilai-nilai Pancasila, seperti musyawarah, gotong royong, kerukunan, dan toleransi beragama. Padahal, nilai-nilai seperti itu kini sangat dibutuhkan untuk menjaga keutuhan suatu bangsa yang pluralistis. [5]
Jadi momentumnya saat ini, PPKn akan diberlakukan kembali demi menggiring masyarakat yang berpijak pada nilai-nilai moral, karakter, yang bersifat plural dan demokratis. Adalah waktu yang tepat, mengingat konsep kebebesan beragama dan pluralisme semakin mendapat tempat pasca meletusnya tindak “kekerasan beragama” yang banyak menyinggung umat Islam.
Racun Halus Itu Bernama “Nilai-nilai”
Oleh karenanya, Muhammad Al Ghazali dalam bukunya “Islam Arab dan Yahudi Zionisme”, mewanti-wanti serangan ideologi terhadap kaum muslim terhadap apa yang beliau sebut dengan istilah “nilai-nilai”. Sejatinya kata “nilai-nilai” adalah bentuk pengaburan kebenaran dan sisipan kebathilan lewat cara yang halus, kalau tidak mau disebut halus sekali.
Jangankan istilah moral yang memang berpijak pada konsep netral agama, sedang kata-kata “nilai-nilai rohani” saja, ternyata memang “diniatkan” untuk memasukkan konsep pluralisme agama. Muhammad Al Ghazali menulis,
“Pada lahirnya kata-kata nilai-nilai kerohanian ini ditujukan kepada sekumpulan agama langit dan bumi yang dianut oleh jumlah besar manusia dan meretas langkahnya ke arah tujuan dalam hidup ini menurut pola gaib dan menonjol. Dan dengan upacara-upacara yang bermacam-macam dan diakui serta norma-norma tingkah laku yang dipatuhi oleh para pengikutnya.
“Jadi, nilai-nilai kerohanian mencakup agama Budha, Hindu, Yahudi, Nasrani, dan Islam serta segala yang telah berjalan secara tetap di arena tradisi yang turun menurun, yaitu arena agama dan penganut-penganut serta yang berhubungan dengannya.
“Mengelompokkan semua aliran ini dibawah judul ‘nilai-nilai kerohanian’ merupakan penyingkatan yang baik, seperti halnya minuman-minuman rohani yang berarti segala zat yang memabukkan, walau namanya di berbagai negara berbeda-beda
“Tetapi kata-kata nilai-nilai kerohanian dengan pengertian yang meliputi ini perlu mendapat penyelidikan yang hati-hati agar kita dapat menentukkan sikap dan pendirian kita! Karena menderetkan yang hak dan yang bathil dibawah satu daftar, suatu hal yang dari semula tak dapat kita terima.” [6]
Reduksi Iman Dalam Pelajaran PPKn
PPKn pun adalah mata pelajaran yang sangat kontradiksi satu sama lain di dalam penerapannya. Sebagai contoh, di standar kompetensi untuk SMP misalnya. Pada bab pertama, murid dijelaskan materi ketakwaan dengan cara mengidentifikasi perilaku yang didasari iman dan taqwa dalam kehidupan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sedangkan pada materi kedua, para murid justru dianjurkan untuk menyerahkan “loyalitasnya” kepada Negara dengan judul Cinta Tanah Air, bukan lagi kepada Islam.
Dalam materi ketakwaan pun masih rancu. Karena keimanan dalam pelajaran PPKn tidak dijelaskan dalam perspektif seperti apa? Apakah wajar jika saat murid belajar PPKn yang meletakkan keimanan pada bab pertama itu, para siswi perempuan dan guru perempuan nya pun justru tidak berjilbab.
Apakah wajar jika meletakkan ketaqwaan di bab pertama, namun para murid masih dianjurkan untuk menghormati bendera sebagai bukti “keimanan” mereka kepada tanah air? Bayangkan jika sebelumnya anak kita ditekankan untuk memberikan totalitasnya kepada Allah semata, namun dengan secepat kilat pula pada satu minggu kedepannya, standar beriman mereka terpaksa berubah.
Bahkan tidak perlu menunggu waktu lama, bisa jadi pada satu jam berikutnya hal itu dapat terlaksana, seperti pada pelajaran Sosiologi, ketika anak kita disuruh menjawab apa penyebab utama terjadinya pelacuran: a. faktor keluarga. b. faktor budaya. c. faktor ekonomi. d. semuanya benar.
Pertanyaannya: dimanakah faktor iman?
“..Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yg lain? Tiadalah balasan bagi orang yg berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dlm kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yg sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yg kamu perbuat.” (QS. Al Baqarah: 85)
“... dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’aam : 153)






Freemasonry, dan Pergolakan Umat Islam: Syubhat Sila Pertama


“Karena posisi Pancasila yang krusial seperti itu, saya melihat urgensi mendesak rehabilitasi dan rejuvenasi Pancasila, khususnya ketika bangsa sedang dalam proses memilih kepemimpinan nasional sekarang ini. Jika tidak, ada kemungkinan bangkitnya ideologi-ideologi lain, termasuk yang berbasiskan keagamaan. Gejala meningkatnya pencarian dan upaya-upaya untuk penerimaan religious-based ideologies ini merupakan salah satu tendensi yang terlihat jelas di Indonesia pada masa pasca Soeharto.”
Paragraf di atas saya ambil dari tulisan Azyumardi Azra, yang berjudul “Pancasila di Tengah Peradaban Dunia: Perspektif Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural” yang dipresentasikan saat Diskusi Nusantara Institute “Menyongsong 100 Tahun Kebangkitan Nasional Jakarta,” 16 April 2008.
Azyumardi mengakui bahwa ada masa kelam dimana Pancasila pernah dijadikan sebagai alat politik Orde Baru dalam melanggengkan kekuasaannya. Akan tetapi, sekalipun wajah Pancasila pernah cacat, goresan hitam pada wajahnya bisa dibersihkan dan dipoles dengan semangat multikulturalisme Pancasila sebagai ideologi Negara.
Alasan Azra berfikiran seperti itu, rupanya didasari pada realitas bahwa muncul militansi keberagamaan yang meningkat di kalangan uamt Islam. Artinya, menurut Azra, hal ini jutsru menjadi masalah baru pasca Soeharto lengser dan era reformasi dimulai dimana BJ. Habibie telah menghapus asas tunggal. Azra menulis,
“Penghapusan ini (Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi, pen.) memberikan peluang bagi adopsi asas-asas ideologi lain, khususnya yang berbasiskan agama (religious-based ideology). Pancasila jadinya cenderung tidak lagi menjadi common platform dalam kehidupan politik.
"Ketiga, desentralisasi dan otonomisasi daerah yang sedikit banyak mendorong penguatan sentimen kedaerahan, yang jika tidak diantisasipasi bukan tidak bisa menumbuhkan sentimen local-nationalism yang dapat tumpang tindih dengan ethno-nationalism. Dalam proses ini, Pancasila baik sengaja maupun by implication kian kehilangan posisi sentralnya.”
Kekeliruan yang selama ini terjadi di beberapa kalangan untuk menerima Pancasila adalah pada harapan besar masuknya Syariat Islam pada Sila Pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa. Padahal dengan segala kondisi yang terjadi, konsep Sila Pertama itu tidak sepenuhnya identik dengan Islam, karena lebih berhaluan monotheisme ketimbang Tauhid.
Tauhid jelas sekali berbeda dengan monotheisme. Tauhid, dalam Islam sudah satu paket dengan keharusan menjalankan seluruh perintah Islam yang konsekuensi logisnya mengakui bahwa Allahuta’ala sebagai satu-satunya Tuhan.
Sedangkan monotheisme hanya menjalankan separuh konsep Tauhid, yakni mengakui Tuhan Yang Satu. Itupun bisa kita konfrontir dengan pertanyaan: Tuhan yang mana?
Karena Yahudi sendiri mengakui Tuhan itu juga satu. Bahkan Hindu yang mengakui Dewa-dewa juga mengklaim Tuhannya satu. Akhirnya persoalan menjadi rumit ketika agama Kristen dipandang dalam perspektif Pancasila. Kristen sebagai agama terbesar kedua, mengakui Tuhan itu tiga bukan satu.
Kalau mau konsekuen seharusnya agama Kristen dilarang di Indonesia. Dalam Islam, nama Tuhan jelas disebut dengan Allah, bukan Yahweh, Yesus, atau Sang Hyang Widi. Ini sudah dijelaskan dalam surat Al Ikhlas, "Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa," (Q.S. Al-Ikhlas : 1).

Mengapa persoalan ini masih terjadi? Disinilah kekacauan Pancasila. Kisahnya yang mengkolaborasikan agama dengan nilai dunia menimbulkan confused. Pancasila bukanlah idelogi yang netral dan tergantung siapa yang membawanya. Karena kalau dia bebas nilai, dia tidak disebut ideologi. Tapi hal ini jelas, bahwa Pancasila adalah filsafah atau tata nilai yang memiliki visi, yakni visi kebangsaan.
Kasus Pancasila menjadi sama dengan di Perancis. Ayang Atriza, dalam tulisannya "Mencari Model Kerukunan Umat Beragama", menyatakan bahwa Laicité atau sekularisme ala Perancis pun menjadi salah satu konsep ideal untuk menciptakan kerukunan beragama. Undang-Undang Laicité 1905 mengatur pemisahan negara dan agama di Perancis. Laicité lahir dari konflik berkepanjangan antara kalangan gerejawi yang ingin mempertahankan kuasa dan pengaruhnya dan kalangan nasionalis yang menolak keberadaan agama dalam ranah politik.
Laicité secara filosofis berarti negara sama sekali tidak mengakui apa pun bentuk agama dan kepercayaan. Tetapi, negara menjaga kebebasan beragama dan berpikir, karenanya negara menjaga para pemeluknya, kitab suci, dan simbol. Negara melindungi setiap pemeluk agama bukan karena nilai metafisik agama tersebut, tapi karena negara harus melindungi kebebasan beragama masing-masing orang agar hak-hak mereka tidak dilukai.
Yang menarik mungkin Ucapan KH. Firdaus AN. Menurutnya imbuhan "ke" dan "an" dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, justru berarti banyak. Ketumbuhan, banyak yang tumbuh, seperti penyakit campak atau cacar yang tumbuh di badan seseorang. Kepulauan, banyak pulau; Ketuhanan, berarti banyak Tuhan. Jadi kata Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Contradictio in Terminis (Pertentangan dalam tubuh kata-kata itu sendiri).
Beliau kemudian mendelegasikan bahwa mustahil banyak Tuhan kemudian disebut yang maha esa. Dalam bahasa Arab, itu disebut “Tanaqudh” (pertentangan awal dan akhir). Logika ini jelas tidak sehat, bertentangan dengan kaidah ilmu bahasa.
“Jelaslah, kata Ketuhanan itu syirik. Dan kalau yang dituju itu memang Tauhid, maka rumusannya yang tepat adalah Pengabdian kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa. Padahal Presiden Soeharto sendiri menegaskan: Jangan masukkan nilai dari paham lain (Islam, Pen.) ke dalam Pancasila.” ungkap beliau.

Freemasonry, dan Pergolakan Umat Islam: Bukan Sekedar Salah Tafsir


Ada fenomena menarik di kalangan umat Islam mengenai respon mereka terhadap Pancasila. Umat Islam setidaknya terbelah dalam dua kelompok, pertama mereka yang dengan tegas menolak Pancasila, karena itu berlawanan dengan semangat tauhid dan akidah.
Sebagian Umat Islam pada kelompok ini, sudah secara baik menganggap bahwa Islam tidak bisa dipadukan sama sekali dengan Pancasila. Sebab Pancasila adalah hasil dari konsensus manusia dan tidak merepresentasikan penghambaan total kepada Allah semata. Selanjutnya, pada perkembangannya, Pancasila pun dipakai sebagai ideologi yang dipakai untuk mengukuhkan sistem demokrasi dimana suara rakyat adalah otoritas tertinggi dalam bernegara.
Sebaliknya, Kelompok kedua yang diwakili sebagian cendekiawan Islam, melihat Pancasila masih bisa dinego untuk disetel dengan gaya Islami. Alasan mereka biasanya menampilkan fakta bahwa Pancasila telah mengalami distorsi penafsiran. Pancasila yang pada awalnya menjadi itikad kalangan Islamis memasukkan sendi Syariat Islam, kemudian berubah 180 derajat hingga menyeret ideologi negara itu sebagai representasi diterimanya multikulturalisme dan pluralisme agama di Indonesia.
Namun ternyata perdebatan “salah tafsir” tidak hanya menjadi domain kalangan kelompok Islam, namun juga di kalangan pengusung Pluralisme agama itu sendiri, yang notabene sangat berkepentingan dengan tafsir multikultural Pancasila.
Pancasila Dan Sengketa Antara Sesama Pengusung Pluralisme Agama
Pluralisme agama memang adalah alat ampuh yang dipakai freemasonry dalam menghancurkan Islam. Keganasan pluralisme agama tidak saja bertugas merusak Islam dari akarnya, yaitu tauhid, namun juga menyempal dengan ideologi lain seakan-akan ideologi itu terlihat Islami.
Sebagai ideologi yang menampung semangat kebhinekaan, Pancasila merupakan momentum bagi propaganda pluralisme, multikuturalisme, dan inklusifisme yang memang nyaring disuarakan oleh antek-antek freemason.
Menariknya, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang biasa menjadi titik kulminasi aspirasi umat Islam, juga dipakai oleh mereka untuk mengatur posisi duduk agama-agama di Indonesia secara jernih. Mengapa? Karena oleh mereka, sila pertama tidak eksplisit menyinggung Islam.
Sebaliknya Sila Ketuhanan bagi pengusung Freemason adalah bukti bahwa klaim ketuhanan bukan saja diikat oleh agama Islam an sich. Namun juga agama-agama lain seperti Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, bahkan Yahudi. Agama-agama ini, menurut mereka, toh juga memiliki legitimasi bak Islam untuk mengatakan Sila Ketuhanan sebagai bagian dari spirit mereka.
Logika seperti ini lah yang pernah dipakai para pengusung Hari Jadi Zionis Israel tempo lalu. Maka itu salah satu seremoni yang dilakukan dalam prosesi HUT Negara laknatullah itu terselip agenda pembacaan Pancasila.
Tidak hanya itu, dengan memakai argumentasi Pancasila, Ruhut Sitompul pun menyatakan bahwa perayaan HUT Israel menjadi sah di Indonesia. "Saya mendukung perayaan itu, karena kita negara pancasila. Boleh dong komunitas Yahudi merayakan negara dimana ada hubungan darah,"
Ia membandingkan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang setiap tahun merayakan kemerdekaan. Meskipun pada kenyataan menurutnya masyarakat dari berbagai etnis.
"Kita setiap tahun merayakan kemerdekaan padahal kita tidak pernah mengakui satu etnis,"

Akan tetapi, berlawanan akan hal itu, thesis terhadap konsep instrument pluralisme agama dalam Pancasila juga dilakukan oleh Luthfi Asy Syaukanie dalam perspektif berbeda sekalipun memiliki misi sama. Jika sebagian kelompok pragmatis, memakai Sila Ketuhanan untuk melegitimasi pluralisme agama, Luthfi menolak sila pertama justru dengan alasan memasung kebebasan beragama.
Dalam diskusi di Jaringan Islam Liberal, tanggal 25 Mei 2011 yang mengambil tema “Indonesia dan Doktrin Pancasila", doktor lulusan Australia itu, melihat bahwa sila pertama bisa menjadi sangat bias monoteisme.
Dengan ideologi yang bias monoteis tersebut, Luthfi menyangsikan apakah Budha dan Hindu misalnya, bisa diterima “secara ikhlas” di negeri ini. Belum lagi fenomena ateisme dan agnostisisme yang belakangan fenomenanya muncul kepermukaan (terkait niat asosiasi kelompok ateisme indonesia yang berniat menyusun buku bertajuk: Apakah Ateisme Dapat Hidup di Indonesia?).
Akhirnya, dengan konstitusi yang bias monoteis itu, Luthfi menyangsikan apakah ateisme itu juga punya prospek legal di Indonesia. Dengan tafsir yang berbeda, seperti pemahaman Buya Syafi’i Ma’arif misalnya, sila pertama memang bisa membuka ruang untuk ateisme.
Melihat dua perbedaan antara yang satu dan yang lain sekalipun mengangkat misi nyaris sama, kalau tidak mau dibilang mirip sama sekali, artinya apa? Bahwa ternyata jangankan kalangan Islamis, kalangan liberal sendiri pun melihat Sila Pertama juga sangat multi tafsir.
Pada momen inilah mereka banyak mengguggat sila pertama dan memainkan ruh Pancasila itu sendiri sebagai muara dari kebhinekaan bangsa Indonesia. Karena sejatinya, meminjam bahasa Yudi Latif yang juga menjadi pembicara saat Diksusi JIL tersebut, Pancasila adalah hasil dari perdamaian antara persengkataan kalangan Nasionalis Sekuler dengan Nasionalis Islamis.
Mana Yang Lebih Berdampak?: Salah Tafsir Pancasila Atau Salah Tafsir Tauhid
Maka itu perdebatan tentang definisi pancasila memang rasanya sudah menjadi sunatullah untuk multi tafsir. Hal ini minimal didasarkan kepada dua hal, pertama memang pancasila itu juga sangat multi tafsir di masing-masing silanya seperti Ketuhanan, Persatuan, Kebijaksanaan, Perwakilan, dan sebagainya. Kedua, tidak bisa kita pungkiri lahirnya perdebatan tafsir Pancasila hanyalah ekses dari sebuah konstitusi yang dibuat oleh tangan manusia yang sangat terbatas pengetahuannya dengan mengenyampingkan Allah sebagai otoritas tertinggi pembuat hukum.
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."(QS Al-Ahzab ayat 36)
”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab ayat 72)
Karena sebagai ideologi buatan manusia, maka sejatinya perbincangan mengenai Pancasila tidak akan pernah usai selama tanggal 1 Juni masih ada dan dirayakan sebagai hari lahir Pancasila.
Oleh karena itu, kadang-kadang kita harus berfikir jernih bahwa sebenarnya ada hal yang lebih utama lagi ketimbang kita berkutat pada diskusi mengenai tafsir Pancasila, yakni mengkaji kesalahan masyarakat dalam menafsirkan kata tauhid, iman, thaghut, haram, halal, musyrik, kafir, dan lain sebagainya. Diskusi Pancasila hanya akan berekses pada logika hukum yang sama sekali tidak membawa manfaat banyak kepada Islam, mengingat Pancasila hanya hidup dalam semangat konstitusi dan perundang-undangan dunia, sedangkan kesalahan dalam menafsirkan tauhid dalam Islam, memiliki efek tidak hanya di dunia tapi akhirat.
“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah ta’aala, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah ta’aala. BagiNyalah segala penentuan(hukum), dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS Al-Qashash ayat 88)

Kesalahan definisi dalam Islam, baik dari segi terminologi maupun konsepnya, pernah disinggung oleh Abu Ala Al Maududi. Menurut Al Maududi, salah satu yang menyebabkan distorsi masyarakat dalam meresapi definisi istilah Islam, salah satunya didasari kepada faktor bahasa dimana banyak negeri muslim tidak menerapkan Bahasa Arab beserta kaedah-kaedahnya.
Saat ini umat Islam mengalami kesalahan tafsir terhadap agamanya dalam jurang yang cukup parah. Kerap kita dapati sebagian umat Islam yang memang mengaku bertauhid, mengatakan Tuhan itu satu, tapi di sisi lain ia masih mengakui tuhan-tuhan yang lain, yakni penyembahan mutlak terhadap sistem buatan manusia, seperti demokrasi. Padahal perkara hukum ini bukanlah hal yang sepele.
Syekh Muhammad Ibnu Abdul Wahab dalam menjelaskan perkara Nawaqidhul Iman, sampai menjatuhkan vonis kafir bagi mereka yang meyakini ada hukum manusia lebih tinggi daripada hukum Allah.
Kita juga harus sadar bahwa dalam kalimat lailahaillallah, mengandung dua konsep sekaligus yakni al Wala’ wal Bara’. Yakni ber-wala' kepada Allah dan bara’ terhadap Tuhan-tuhan yang lain. Inilah yang jarang dikaji oleh kalangan yang menerima Pancasila hanya karena Pancasila telah salah tafsir dan mengalami distorsi sejarah. Ketika kita berbicara kepada konsep Tauhid, kita tidak lagi bicara histroris, tapi meletakkan Pancasila dalam basis kajian yang lebih mendalam lagi secara ukhrawi, yakni Tauhid dalam Islam.
Ekses daripada kesalahan tafsir tentang makna tauhid dalam Islam, dampaknya akan lebih dahsyat ketimbang kesalahan dalam menafsirkan Pancasila. Dalam tauhid kita sudah bicara halal-haram, mukmin-musyrik, juga surga-neraka. Ketika tafsir ini masih belum usai, amat wajar ada sekumpulan masyarakat muslim yang saat ini mengaku beriman tapi korupsi, yang mengatakan Islam adalah harga mati, tapi masih menganggap Demokrasi lebih tinggi dari seruan Nabi. Tidak hanya itu, ada yang tahu kezhaliman itu thaghut, namun demi koalisi dan kursi, kata thaghut itu masih bisa ditarik kembali.
Dan sungguh kita patut khawatir inilah yang sesungguhnya diingginkan musuh-musuh Allah yang salah satunya diwakili oleh Kaum Freemason, Illuminati, Zionis, atau apapun itu namanya, dimana kita lebih sering berdiskusi tentang perkara dunia, ketimbang logika akhirat.
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum mana yang lebih baik daripada hukum Allah?” (Al Maidah: 50)

Kaitan Dengan Hindu-Budha


Mungkin ini terdengar janggal dan aneh. Namun bukan menjadi sesuatu hal yang ganjil jika kita flash back pada saat Sekolah Dasar dimana Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila kerap sekali mempropagandakan simbol-simbol Hindu dan Budha seperti Bhineka Tunggal Ika.
Mohammad Yamin, perumus Pancasila sekaligus penulis novel Gadjah Mada, sendiri mengakui bahwa berdirinya bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kerajaan yang sebelumnya ada, seperti Kerajaan Kutai, Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Kerajaan Kutai memberikan andil terhadap nilai-nilai Pancasila seperti nilai-nilai sosial politik dalam bentuk kerajaan dan nilai Ketuhanan dalam bentuk kenduri sedekah kepada Brahmana.
Majapahit juga melahirkan beberapa empu, seperti Empu Prapanca yang menulis buku negara Kertagama yang didalamnya terdapat istilah Pancasila. Sedangkan dalam catatan lainnya, jauh sebelum Republik Indonesia dan Majapahit berdiri, Pancasila sudah dianut dan menjadi ideologi Kerajaan Maghada pada Dinasti Maurya sejak dipimpin oleh raja Ashoka (sekitar tahun 273 S M–232 SM). Raja Ashoka sendiri merupakan penganut agama Buddha yang taat.
Menurut catatan sejarah, Pancasila merupakan ajaran yang diciptakan oleh Sang Buddha Siddharta Gautama. Sebagai ajaran, Pancasila harus diamalkan oleh setiap penganut agama Buddha bahkan sampai kini. Akan tetapi, kala itu redaksi Pancasila masih dimuat dalam bahasa Pali. Berikuti isinya:
1. Pānātipātā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
2. Adinnādānā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
3. Kāmesu micchācāra veramani sikkhāpadam samādiyāmi
4. Musāvāda veramani sikkhāpadam samādiyāmi
5. Surā meraya majja pamādatthānā veramani sikkhāpadam samādiyāmi
Sedangkan pada agama Budha sendiri, Pancasila adalah perwujudhan Dharma, yakni suatu jalan kehidupan yang berlandaskan kebenaran dalam filsafat agama-agama yang kental muatan pluralisme. Dharma Pancasila sendiri berisi ajaran-ajaran yang mirip dengan Pancasila yang kita kenal saat ini.
1. Menghindari pembunuhan (nilai kemanusiaan) guna mencapai samadi.
2. Tidak mengambil barang yang tidak diberikan (nilai keadilan) guna mencapai samadi.
3. Tidak melakukan perbuatan asusila (berzinah, menggauli suami/istri orang lain, nilai keluarga) guna mencapai samadi.
4. Melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar / berbohong, berdusta, fitnah, omong-kosong (nilai kejujuran) guna mencapai samadi.
5. Melatih diri menghindari segala minuman dan makanan yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan (nilai pembebasan) guna mencapai samadi.
Dengan berkembangnya ajaran Buddha, termasuk ke Nusantara. Negara kedua setelah Kerajaan Maghada yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negaranya yaitu Kerajaan Majapahit di pulau Jawa yang berkembang hampir kesepetiga Nusantara. Kerajaan Majapahit mengakui dan mengayomi dua agama resmi Negara yaitu Buddha dan Hindu, kedua agama ini memiliki tempat peribadatan masing-masing dilingkungan Negara.
Maka terbentuklah hubungan antar pemeluk agama dibawah naungan Pancasila. Isi Pancasila yang terdapat di Kerajaan Majapahit dapat ditemukan dalam Kitab Negarakertamagama karya Empu Prapanca.
Kejayaan Majapahit berakhir dengan kalahnya Perang dengan Kerajaan Islam Malaka dan disempurnakan kekalahannya oleh Kerajaan Islam Demak dibawah pimpinan Raden Fatah. Saat itulah Kerajaan Majapahit terkubur, bukan Istananya saja bahkan Ideologi dan lambang Garuda-nya pun ikut terkubur.
Diskursus tentang lambang Garuda pun tidak jauh dari mistisisme Hindu. Ide penggunaan Burung Garuda sebagai lambang negara ini diperkenalkan oleh Sultan Hamid II dari Pontianak yang meminjam lambang kerajaan Sintang, sebuah kerajaan Hindu yang didirikan seorang Tokoh Hindu dari Semenanjung Melaka Bernama Aji Melayu di Kalimantan Barat zaman dulu.
Dikisahkannya, dalam rangka mencari ide untuk membuat lambang Negara, mulanya Sultan Hamid mengunjungi Sintang, kemudian beliau bertolak ke Putus Sibau. Sepulang dari Putus Sibau, ia kembali Singgah di kerajaan Sintang, dan tertarik pada patung Burung Garuda yang menghiasi Gantungan Gong yang dibawa Patih Lohgender dari Majapahit.
Patung Burung Garuda sendiri, ketika itu sudah menjadi lambang kerajaan Sintang. Sebelumnya, di Putus Sibau, pihak swa praja disana mengusulkan kepada Sultan Hamid untuk menggunakan lambang burung Enggang. Namun ia tak langsung mengakomodir usul tersebut. Karena ia lebih tertarik pada lambang Burung Garuda yang menjadi lambang kerajaan Sintang. Sultan Hamid pun berinisiatif meminjam lambang kerajaan Sintang untuk menjadi lambang Negara Indonesia.

Sultan Hamid II tidak lain adalah seorang pengikut Freemason dan Theosofi. Ia mewarisi darah masonik dari garis Abdul Rachman, Sultan Pontianak yang terdaftar dalam Freemason di Surabaya pada 1944. Jenjang pendidikan Sultan Hamid II adalah sekolah dasar Belanda, bahkan termasuk salah seorang Indonesia yang disekolahkan di sekolah militer Belanda di Breda.
Pada masa kemerdekaan, Sultan Hamid II diangkat Soekarno menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio. Ketika Soekarno membentuk Panitia Lencana Negara pada 10 Januari 1950, dia ditunjuk sebagai kordinatornya. Lambang negara hasil buatan panitia ini, lambang garuda, diperkenalkan Soekarno kepada seluruh masyarakat Indonesia pada 15 Februari 1950.
Tak terkecuali juga dengan Mohammad Yamin yang merumuskan Pancasila sebelum Soekarno. Dalam buku “Jejak Freemason & Zionis di Indonesia”, Herry Nurdi bahkan mengendus kalau Mohammad Yamin adalah seorang Masonik karena dia anggota senior Jong Sumatrenan Bond atau Ikatan Pemuda Sumatera, organisasi yang didirikan di kawasan Weltervreden yang sekarang bernama Gambir.
Organisasi ini berdiri karena difasilitasi Perhimpunan Theosofi atau Theosofische Vereniging. Bukti bahwa organisasi ini terkait dengan Freemasonry dapat diendus dari monumen yang dibangun organisasi ini di lapangan Segitiga Michiels, persis di depan Oranje Hotel yang kini bernama Hotel Muara, pada 6 Juli 1919.
Monumen yang rampung pada 1920 itu berbentuk obelisk dengan paramida pada puncaknya, serta bola dunia bertengger di atas puncak itu. Obelisk, piramida, dan bola dunia adalah simbol-simbol agung Freemasonry. Herry Nurdi menulis, dari organisasi inilah Mohammad Yamin kemudian terjun ke percaturan politik Tanah Air, dan menjadi salah satu dari tiga tokoh yang membuat lambang negara Indonesia, burung garuda.

Dengan segenap fakta-fakta ini, sudah seharusnya umat muslim berfikir untuk kembali ke ajaran agamanya, yakni Islam. Sejarah Pancasila yang dipopulerkan bangsa ini melalui Pendidikan Pancasila hanyalah jalan memuluskan kebathilan.
Banyak fakta lain yang sebenarnya masih banyak terkubur tentang kaitan Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Freemason. Sudah selayaknya Umat Muslim waspada dan berfikir ulang mencari persamaan antara Pancasila dengan Islam, karena dengan berbagati data yang ada, Pancasila lebih dekat dengan Freemason dan berbagai ajaran agama bathil lainnya. Inilah ideology yang kita bangga-banggakan itu. Allahua'lam
 
 

Masih saktikah Pancasila ?

1 Juni biasanya diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila. Bagaimanakah muasal kelahiran Pancasila? Apakah Pancasila bersesuaian dengan Islam ? Masih saktikah Pancasila? Berikut sebuah artikel yang berjudul “Lahirnya Ilyasiq Modern Khams Qonun (Pancasila)” yang ditulis dalam dua bagian. Selamat menikmati!


AWAL MULA DIGAGASNYA PANCASILA
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dibentuk pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Jepang. Badan Penyelidik yang beranggotakan 62 orang ini, termasuk Dr. Rajiman Widyodiningrat dan R.P. Soeroso masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua, dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 dan menyelesaikan tugasnya di Gedung Pejambon dalam dua kali sidang.
Sidang pertama berlangsung dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Dan yang kedua, berlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945. Pada hari terakhir sidang pertama (1 Juni 1945) inilah Soekarno, salah seorang anggota Badan Penyelidik, menyampaikan gagasannya tentang dasar Negara Pancasila
Pidato Soekarno begitu panjang lebar, singkatnya Soekarno mengungkapkan beberapa prinsip dalam pidato tersebut:
“Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saya telah mengemukakan 4 prinsip:
  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
  3. Mufakat,-atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhamad SAW, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya “ber-Tuhan secara kebudayaan”, yakni dengan tiada “egoisme-agama”.
Selanjutnya Soekarno pun memberikan nama atas prinsip dasar-dasar Negara tersebut dalam pidatonya:
“Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Dari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Indera. Apa lagi yang lima bilangannya? (Seorang yang hadir: Pendawa Lima). Pendawa pun lima orangnya. Sekarang pun banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi -saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa- namanya Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan “Negara Indonesia, kekal dan abadi.”
Setidaknya itulah pidato Soekarno dalam sidang BPUPKI dengan mengemukakan gagasan tentang prinsip-prinsip bagi dasar Negara Indonesia yang dikemudian hari saat-saat tersebut (1 Juni) diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
PANCASILA DAN PENGARUH ZIONISME
‘Zionisme’ berasal dari kata Ibrani “zion” yang artinya karang. Maksudnya merujuk kepada batu bangunan Haykal Sulaiman yang didirikan di atas sebuah bukit karang bernama ‘Zion’, terletak di sebelah barat-daya Al-Quds (Jerusalem). Bukit Zion ini menempati kedudukan penting dalam agama Yahudi, karena menurut Taurat, “Al-Masih yang dijanjikan akan menuntun kaum Yahudi memasuki ‘Tanah yang Dijanjikan’. Dan Al-Masih akan memerintah dari atas puncak bukit Zion”. Zion dikemudian hari diidentikkan dengan kota suci Jerusalem itu sendiri.
Kata Zionis ini kemudian dipergunakan sebagai nama suatu ideologi yang diikuti oleh bangsa Yahudi di seluruh dunia, yaitu bahwa bangsa Yahudi akan mendirikan kerajaan Israel Raya dengan Al-Quds sebagai ibu kotanya.
Zionis dalam rangka mendirikan kerajaan Israel Raya membentuk organisasi bawah tanah Internasional yang diantaranya adalah Freemasonry. Freemasonry yang terkenal itu dinamakan Masuniyah dalam bahasa Arab, Masunik dalam bahasa Urdu, Freemasonry dalam bahasa Inggris, Vrijmetselarij dalam bahasa Belanda, France Masonerie dalam bahasa Perancis.
Freemasonry terdiri dari dua kata, yaitu “free” yang berarti bebas atau merdeka, dan “masonry” yang berarti tukang batu (bangunan). Freemasonry berarti tukang batu (bangunan) yang merdeka.
Namun Gerakan Freemasonry ini adalah organisasi Yahudi Internasional yang tidak ada hubungannya dengan tukang batu yang dahulu memang ada pada abad-abad pertengahan. Ia juga tidak ada hubungannya dengan kegiatan pembangunan kapal atau katedral besar seperti dugaan banyak orang. Yang sebenarnya, kiprah gerakan ini adalah bekerja untuk menghancurkan kesejahteraan manusia, merusak tatanan politik, ekonomi, dan sosial di negeri-negeri yang mereka tempati. Mereka memang hobi merusak bangsa dan pemerintahan “Goyim” (Non-Yahudi).
Tujuan akhir gerakan ini adalah membangun kembali Haikal Sulaiman yang terletak di Masjid Al-Aqsha (Al-Quds) yang sekarang diduduki Israel, mengibarkan bendera Israel, serta mendirikan pemerintahan Zionisme Internasional, seperti yang ingin diterapkan dalam protokolat, sebuah rencana busuk pemuka Yahudi.
Kita bisa merenungkan seorang Yahudi, pembela fanatik Freernasonry dan Zionisme, Seorang hakkom (pendeta Yahudi) bernama Ishaq Weis di dalam majalah Israel Amerika mengatakan:
“Freemasonry menurut sejarahnya, derajat dan pengajarannya adalah merupakan sebuah perkumpulan Yahudi. Kata-kata, sandi dan upacara ritualnya dari A sampai Z adalah berjiwa Yahudi”.
Gerakan Zionisme dan Freemasonry di seluruh dunia sesungguhnya memiliki asas yang sama. Asas dari dua gerakan ini disebut “Khams Qanun”, lima sila, atau Panca Sila. Dan asas ini tentu saja diajarkan kepada seluruh anggotanya yang kelak menjadi pemimpin di negaranya. Berikut ini “Khams Qanun” sebagaimana ditulis Abdullah Patani dalam bukunya Freemasonry di Asia Tenggara:
1. Nasionalisme-Kebangsaan
Artinya berbangsa satu Yahudi, berbahasa Yahudi, dan bertanah air satu Yahudi Raya (impian mewujudkan Israel raya). Bila kita cermati teks ini mirip dengan teks sumpah pemuda.
2. Monotheisme
Berarti “kesatuan tuhan,” yaitu hendaklah bangsa Yahudi bertujuan dengan Tuhannya masing-masing dalam sebuah gerak yang sama. Maka wahai orang-orang Atheis dan yang membebaskan dirinya dari kekangan agama yang ada di kalangan bangsa Yahudi, hendaklah kalian tetap bertuhan dengan tuhan-tuhanmu. Bukanlah alampun merupakan tuhanmu. Juga bukankah kudrat (kekuatan) alampun merupakan tuhanmu juga?Jika kalian berlainan agama, berlainan kepercayaan, atau berlainan keyakinan, maka hendaklah kalian tetap bersatu-padu. Sebab, Gunung Zion telah menanti kalian. Selain itu wahai Yahudi seluruh dunia, hendaklah kalian memiliki perasaan tenggang rasa dan saling hormat menghormati antara satu dengan lainnya.
3. Humanisme
Artinya adalah belakulah kemanusiaan yang adil dan beradab. Janganlah kalian meniru bangsa Babilonia yang dahulu telah mengusir kalian. Tetapi bagi bangsa di luar kalian dan yang hendak membinasakan kalian, dan ingatlah bahwa kalian adalah bangsa yang besar serta bila mendesak, maka berlakulah seperti anjuran YANG ADA PADA Syer Talmud, seperi nyanyian Qaballa:
“Taklukkanlah mereka. Binasakanlah mereka. Sebab, mereka akan mengambil hakmu. Ingatlah bahwa kalian adalah setinggi-tingginya bangsa, bak menara yang menjulang tinggi”.
“Gunakanlah hatimu ketika menghadapi saudaramu. Sebab, mereka adalah keturunan Ya`qub yang merupakan keturunan Israel. Buanglah hatimu ketika menghadapi lawanmu. Sebab, mereka itu bukanlah saudaramu. Mereka adalah kambing-kambing perahmu. Harta mereka adalah hartamu juga (rampaslah). Rumah mereka adalah rumahmu (rebutlah dengan paksa). Juga, tanah mereka adalah tanahmu (kuasailah).”
4. Sosialisme
Artinya adalah keadilan sosial yang merata bagi masyarakat Yahudi, sehingga setiap orang Yahudi hendaknya dapat menjadi kaya-raya dan menjadi pemimpin dimanapun ia berada, yaitu menjadi protocol pembuat program (kebijaksanaan). Dalam nyanyian Qaballa Talmud disebutkan :
“Dengan uang, kalian dapat kembali ke Yudea Israel. Sebab, agama itu tegak dengan uang. Juga agama itu sesungguhnya uang juga adanya. Bahkan, wajah Yahwe itu sendiri yang tampak olehmu sesungguhnya adalah uang”.
“Cintailah Zion, cintailah Hebron (Hebrew), cintailah Yudea, dan cintailah seluruh tanah permukiman Israel. Sebab, kalianlah bangsa yang memegang wasiat Hebron tertua yang berbunyi: “Cinta tanah air itu adalah sebagian daripada iman”. (teks ini ternyata juga diadopsi oleh sebagian umat islam bahkan dikenal sebagai hadits “hubbul wathan minal iman” padahal hadits tersebut maudhu’dan dari sinilah sumbernya)
5. Demokrasi
Artinya adalah dengan cahaya Talmud dan Masyna serta segala ucapan imam-imam agung (bangsa Yahudi), telah diundang-undangkan ketentuan tentang demokrasi ini, yaitu:
“Bermusyawaralah dan rapatlah serta bertetapkanlah terhadap pilihan yang berasal dari suara terbanyak. Sebab, suara terbanyak itu adalah suara Tuhan.” (Pas sekali dengan semboyan demokrasi, vox populi vox dei (suara rakyat suara tuhan). Jadi siapa bilang yang namanya demokrasi itu ada begitu saja tanpa ada konspirasi yang mengangkatnya?)
Di dalam Khams Qanun dari organisasi Qaballa Yahudi, mereka mempunyai asas sebagi berikut:
  1. Monotheisme
  2. Nasionalisme
  3. Humanisme
  4. Demokrasi
  5. Sosialisme
Zionis Israel
Zionis Israel yang merupakan rekayasa dan pembenaran yang diambil dari Talmud, memiliki asas sebagi berikut:
  1. Nasionalisme
  2. Monotheisme Kultural
  3. Demokrasi
Cina
Dasar negara Cina dengan nama San Ming Cu I juga memiliki kemiripan dengan dasar Zionis Israel, yaitu:
  1. Min Tsu (Nasionalisme)
  2. Min Chuan (Demokrasi)
  3. Min Sheng (Sosialisme)
Freemasonry Prancis
Ini adalah asas gerakan Freemasonry Prancis yang juga menjadi pemicu munculnya Revolusi Prancis yang terkenal itu, yaitu:
  1. Nasionalisme
  2. Sosialisme
  3. Humanisme
  4. Theologi Kultural
Freemasonry Italia
  1. Nasionalisme
  2. Trinitas
  3. Humanisme
  4. Sosialisme
  5. Demokrasi
Freemasonry Palestina
  1. Nasionalisme
  2. Monotheisme
  3. Humanisme
  4. Sosialisme
  5. Demokrasi
India
Pandit Jawarhal Nehru, seorang negarawan India, di dalam sebuah pertemuan Konggres India menyampaikan gagasan tentang asas negara India merdeka yang diberinya nama Panc(a) Silla, yaitu:
  1. Nasionalisme India
  2. Humanisme
  3. Demokrasi
  4. Religus &
  5. Sosialisme
Filipina
Orang mengenal asas negara Filipina berasal dari Aquinaldo, seorang tokoh nasionalisme di negeri tersebut. Ada lima asas negara Filipina yang sesungguhnya berasal dari Gerakan Katipunan yang disusun oleh Andreas Bonafacio pada tahun 1893, yaitu:
  1. Nasionalisme
  2. Demokrasi
  3. Ketuhanan
  4. Sosialisme
  5. Humanisme Filipina
Thailand
Ada empat asas negara Gajah Putih ini, yang asalnya berasal dari Ptidi Banomyong, yaitu:
  1. Nasionalisme
  2. Demokrasi
  3. Sosialisme
  4. Religius
Indonesia
Banyak versi asas-asas negara bagi Indonesia, pada awal pembuatannya. Kita mengenal asas-asas negara yang dikemukakan antara lain oleh:
a) Mr. Muhammad Yamin
  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat
b) Mr. Soepomo
  1. Persatuan
  2. Kekeluargaan
  3. Keseimbangan Lahir Batin
  4. Musyawarah
  5. Keadilan Rakyat
c) Ir. Soekarno
  1. Nasionalisme ( Kebangsaan)
  2. Internationalisme ( Kemanusiaan)
  3. Demokrasi ( Mufakat)
  4. Sosialisme
  5. Ketuhanan
Demikianlah bentuk-bentuk asas negara yang dipakai di kawasan Asia Tenggara. Kita menduga kuat bahwa sejak lama kawasan ini telah dipengaruhi oleh ide-ide Gerakan Freemasonry berbagai cara.
AWABAN ATAS SYUBHAT SILA PERTAMA “KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Di antara kaum muslimin ada yang menjadikan argumentasi sila pertama tersebut di atas sebagai dalil bahwa negeri ini adalah negeri muslim berasaskan tauhid, benarkah demikian?
1. Seseorang disebut sebagai muwahhid jika ia menjadikan Allah saja satu-satunya sebagai ilah. Dalilnya begitu banyak diantaranya:
Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, (Q.S. Al-Ikhlas : 1)
Adapun sila pertama di atas adalah bentuk monotheisme yang sungguh berbeda dengan tauhid karena tauhid secara definitive menjadikan Allah sebagai satu-satunya ilah. Sedangkan monotheisme tidak, ia menyadarkan ketuhanannya kepada siapa saja asalkan jumlah tuhannya satu/esa. Contoh bukankah Fir’aun juga menjadikan dirinya Tuhan satu-satunya yang mengharuskan penduduknya menyembah kepadanya? Maka ini bisa disebut sebagai monotheisme.
2. Pidato Soekarno berikut ini mempertegas argumentasi di atas:
Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhamad s.a.w, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya “ber-Tuhan secara kebudayaan”, yakni dengan tiada “egoisme-agama”.
Perhatikan statement nyeleneh Soekarno pada kalimat yang bertanda kutip, untuk lebih memperjelas apa maksud sila ketuhanan tersebut yakni “ber-Tuhan secara kebudayaan”
3. KH. Firdaus AN salah seorang saksi sejarah menulis dalam bukunya, Dosa-dosa Politik Orde Lama dan Orde Baru sbb:
Ketuhanan adalah kata imbuhan dengan awalan “ke” dan akhiran “an.” Kata yang seperti itu ada dua arti.
Pertama, berarti menderita. Seperti kedinginan ,menderita dingin; kepanasan, menderita panas. Kehausan, menderita haus, dan sebagainya.
Kedua, berarti banyak. Ketumbuhan, banyak yang tumbuh, seperti penyakit campak atau cacar yang tumbuh di badan seseorang. Kepulauan, banyak pulau; Ketuhanan, berarti banyak Tuhan. Jadi kata Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Contradictio in Terminis (Pertentangan dalam tubuh kata-kata itu sendiri) Mana mungkin banyak Tuhan disebut yang maha esa. Dalam bahasa Arab, itu disebut “Tanaqudh” (pertentangan awal dan akhir). Logika ini jelas tidak sehat, bertentangan dengan kaidah ilmu bahasa. Jelaslah, kata Ketuhanan itu syirik. Dan kalau yang dituju itu memang Tauhid, maka rumusannya yang tepat adalah Pengabdian kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa. Padahal Presiden Soeharto sendiri menegaskan: “Jangan masukkan nilai dari paham lain (Islam, Pen.) ke dalam Pancasila” (Kompas, 21 Mei 1991).
MASUKNYA DOKTRIN ZIONIS YAHUDI KE INDONESIA
Zionis Yahudi masuk ke Indonesia tentu saja seiring dengan masuknya penjajah belanda ke negeri ini. Kerajaan Belanda sejak dahulu telah dikenal sebagai tempat pertemuan Freemasonry se-Eropa.
Pada November 1875, pusat gerakan Zionis di Inggris, Fremasonry, mengutus Madame Blavatsky—demikian Helena Balavatsky biasa disebut—ke New York. Sesampainya di sana, Blavatsky langsung mendirikan perhimpunan kaum Theosofi. Sejak awal, organisasi kepanjangan tangan Zionis-Yahudi ini, telah menjadi mesin pendulang dolar bagi gerakan Freemasonry.
Di luar Amerika, sebut misalnya di Hindia Belanda, Blavatsky dikenal sebagai propagandis utama ajaran Theosofi. Pada tahun 1853, saat perjalanannya dari Tibet ke Inggris, Madame Blavatsky pernah mampir ke Jawa (Batavia). Selama satu tahun di Batavia, ia mengajarkan Theosofi kepada para elit kolonial dan masyarakat Hindia Belanda. Sejak itu, Theosofi menjadi salah satu ajaran yang berkembang di Indonesia dan tentu saja sambil mengajarkan doktrin-doktrin ajaran zionis/freemasonry.
Tahun 1909, dalam Kongres Theosofi di Bandung, jumlah anggota Theosofi adalah 445 orang (271 Belanda, 157 Bumiputera, dan 17 Cina). Dalam Kongres itu juga disepakati terbitnya majalah Theosofi berbahasa Melayu “Pewarta Theosofi” yang salah satu tujuannya menyebarkan dan mewartakan perihal usaha meneguhkan persaudaraan. Pada tanggal 15 April 1912, berdirilah Nederlandsch Indische Theosofische Vereeniging (NITV), yang diakui secara sah sebagai cabang Theosofi ke-20, dengan Presidennya D. van Hinloopen Labberton. Tahun 1915, dalam Kongres Theosofi di Yogyakarta, jumlah anggotanya sudah mencapai 830 orang (477 Eropa), 286 bumiputera, 67 Cina.
Sebuah buku yang ditulis oleh Iskandar P. Nugraha berjudul Mengikis Batas Timur dan Barat: “Gerakan Theosofi dan Nasionalisme Indonesia” (2001), memberikan gambaran besarnya pengaruh gerakan Theosofi pada tokoh-tokoh nasional di Indonesia. Misalnya, orang tua Soekarno (R. Soekemi) ternyata anggota Theosofi.
Hatta juga mendapat beasiswa dari Ir. Fournier dan van Leeuwen, anggota Theosofi. Tokoh-tokoh lain yang menjadi anggota atau dekat sekali hubungannya dengan Theosofi adalah Moh. Yamin, Abu Hanifah, Radjiman Widijodiningrat (aktivis Theosofi), Tjipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker, Armijn Pane, Sanoesi Pane, dan sebagainya.
Selanjutnya Anggaran Dasar NITV kemudian disetujui Pemerintah Hindia Belanda tanggal 2 November 1912. Dengan demikian, NITV menjadi organisasi yang sah dan berdasar hukum. Pusatnya di Batavia. Cita-cita yang dicanangkan NITV adalah keinginan untuk memajukan kepintaran, kebaikan, dan keselamatan “saudara-saudara” pribumi, agar dengan bangsa Barat dapat saling berdekatan.
Kebangkitan theosofi di Indonesia saat ini pun semakin nyata dengan didirikannya Persatuan warga theosofi Indonesia (PERWATHIN) yang beralamat di jl. Anggrek Neli Murni Blok a-104.
Dan sebagai alat propagandanya mereka menerberbitkan majalah Theosofi Indonesia. Alamat redaksinya; Metro Permata I, blok I 3/7 Jl. Raden Saleh Karang Mulya Ciledug
Theosofi, seperti dijelaskan oleh Blavatsky : “Kearifan ilahi (Theosophia) atau kearifan para dewa, sebagai theogonia, asal-usul para dewa. Kata theos berarti seorang dewa dalam bahasa Yunani, salah satu dari makhluk-makhluk ilahi, yang pasti bukan ‘’Tuhan’’ dalam arti yang kita pakai sekarang. Karena itu, Theosofi bukanlah ‘Kebijaksanaan Tuhan’, seperti yang diterjemahkan sebagian orang, tetapi ‘Kebijaksanaan ilahi’ seperti yang dimiliki oleh para dewa.’’
Dengan pandangan dan misi seperti itu, Theosofi tampak bermaksud menjadi pelebur agama-agama atau menjadi kelompok ‘super-agama’ yang berada di atas atau di luar agama-agama yang ada. Hal ini sangat sejalan dengan gagasan Pluralisme Agama. Maka tidak heran pada pita yang di dipegang oleh kaki burung garuda mengutip ajaran Mpu Tantular dalam kitab sutasoma yang bertulis : “Bhinneka tunggal ika” yang jelas-jelas merupakan symbol sikretisme atau perpaduan seluruh agama maupun budaya menjadi satu sebagai dasar Negara ini. Dan konsep ini substansinya sangat mirip sekali dengan ilyasiq dasar hukum Mongol tar-tar sebagaimana yang nanti akan dijelaskan.
PAGANISME GARUDA PANCASILA SEBAGAI ILYASIQ MODERN DAN BAGAIMANA SIKAP KITA?
Lambang burung Garuda Pancasila diprakarsai oleh M. Yamin, Ki Hajar Dewantoro dan ditetapkan oleh Soekarno. Jelas ketiganya merupakan anggota theosofi.
Burung Garuda sejatinya tidak pernah ada di dunia ini, bahkan lambang burung garuda ini di duga kuat merupakan lambang paganis yang terinspirasi dari lambang dewa Horus sebagai kepercayaan rakyat mesir yang dipercaya hidup pada 3000 SM. Zionis Yahudi memang kerap menandai suatu Negara yang berada di bawah pengaruhnya dengan lambang burung, dan itu bisa kita lihat seperti Negara Amerika Serikat.
Selanjutnya bukan hanya sebagai pagan (berhala) thaghut secara fisik Garuda Pancasila juga menjadi thaghut dalam hal hukum.
Dasar hukum Pancasila sebagai Dasar Negara adalah Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, sedang dasar hukum Pancasila sebagai “sumber segala sumber hukum yang tertinggi” adalah Tap MPR No. III/MPR/2000. Ini merupakan bentuk “kufrun bawwah” kekufuran yang nyata. Dan ada banyak dalil yang menerangkan kekufuran tersebut. Adapun yang dimuat dalam tulisan ini hanya beberapa diantaranya adalah dalil-dalil yang memiliki kaitan sebagaimana yang pernah terjadi di masa-masa kekuasaan Jengis Khan yang membuat konsep hukum positif di mana di dalamnya berisi aturan-aturan kompilasi dari berbagai ajaran, seperti; Nasrani, Yahudi, adat-istiadat, Islam dll persis seperti ajaran Pancasila yang berbunyi; “Bhinneka tunggal ika”.
Kemudian akibat diterapkannya sumber hukum Thaghut tersebut berapa banyak darah umat Islam tercecer?! Berapa banyak para ulama yang menjadi tumbalnya?! Dan berapa banyak kepentingan umat Islam untuk menegakkan syari’ahnya dikorbankan demi untuk membela apa yang disebut dengan “Pancasila Sakti”. Oleh sebab itu dalam pembahasan terakhir ini akan “sedikit” dijelaskan mengenai status bagaimana menjadikan Ilyasiq Moderen (Pancasila) sebagai dasar hukum negeri ini, dan juga fatwa-fatwa para ulama tentang bagaimana seharusnya umat Islam bersikap.
Firman Allah Ta’ala :
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari. Dan siapakah yang lebih baik hukumnya dari Allah bagi kaum yang yakin?” [QS. Al Maidah :50].
Allah Azza Wa Jalla menyebutkan hukum jahiliyah yaitu perundang-undangan dan sistem jahiliyah sebagai lawan dari hukum Allah, yaitu syari’at dan sistem Allah. Jika syari’at Allah adalah apa yang dibawa oleh Al Qur’an dan As Sunah, maka apalagi hukum jahiliyah itu kalau bukan perundang-undangan yang menyelisihi Al Qur’an dan As Sunah?.
Syaikh Muhammad bin Ibrahim mengatakan, “Perhatikanlah ayat yang mulia ini, bagaimana ia menunjukkan bahwa hukum itu hanya ada dua saja. Selain hukum Allah, yang ada hanyalah hukum Jahiliyah. Dengan demikian jelas, para penetap undang-undang merupakan kelompok orang-orang jahiliyah; baik mereka mau (mengakuinya) ataupun tidak. Bahkan mereka lebih jelek dan lebih berdusta dari pengikut jahillliyah. Orang-orang jahiliyah tidak melakukan kontradiksi dalam ucapan mereka, sementara para penetap undang-undang ini menyatakan beriman dengan apa yang dibawa Rasulullah namun mereka mau mencari celah. Allah telah berfirman mengenai orang-orang seperti mereka:
“Mereka itulah orang-orang kafir yang sebenarnya dan Kami siapkan bagi orang-orang kafir adzab yang menghinakan.” (Risalatu tahkimil qawanin hal. 11-12)
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini:
ينكر تعالى على من خرج عن حكم الله المُحْكَم المشتمل على كل خير، الناهي عن كل شر وعدل إلى ما سواه من الآراء والأهواء والاصطلاحات، التي وضعها الرجال بلا مستند من شريعة الله، كما كان أهل الجاهلية يحكمون به من الضلالات والجهالات، مما يضعونها بآرائهم وأهوائهم، وكما يحكم به التتار من السياسات الملكية المأخوذة عن ملكهم جنكزخان، الذي وضع لهم اليَساق وهو عبارة عن كتاب مجموع من أحكام قد اقتبسها عن شرائع شتى، من اليهودية والنصرانية والملة الإسلامية، وفيها كثير من الأحكام أخذها من مجرد نظره وهواه، فصارت في بنيه شرعًا متبعًا، يقدمونها على الحكم بكتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم. ومن فعل ذلك منهم فهو كافر يجب قتاله، حتى يرجع إلى حكم الله ورسوله [صلى الله عليه وسلم] فلا يحكم سواه في قليل ولا كثير
“Allah mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang muhkam yang memuat segala kebaikan dan melarang segala kerusakan, kemudian malah berpaling kepada hukum lain yang berupa pendapat-pemdapat, hawa nafsu dan istilah-istilah yang dibuat oleh para tokoh penguasa tanpa bersandar kepada syariah Allah. Sebagaimana orang-orang pengikut jahiliyah bangsa Tartar memberlakukan hukum ini yang berasal dari sistem perundang-undangan raja mereka, Jengish Khan. Jengish Khan membuat undang-undang yang ia sebut Ilyasiq, yaitu sekumpulan peraturan perundang-undangan yang diambil dari banyak sumber, seperti sumber-sumber Yahudi, Nasrani, Islam dan lain sebagainya. Di dalamnya juga banyak terdapat hukum-hukum yang murni berasal dari pikiran dan hawa nafsunya semata. Hukum ini menjadi undang-undang yang diikuti oleh keturunan Jengis Khan, mereka mendahulukan undang-undang ini atas berhukum kepada Al Qur’an dan As Sunah . Barang siapa berbuat demikian maka ia telah kafir, wajib diperangi sampai ia kembali berhukum kepada hukum Allah dan Rasul-nya, sehingga tidak berhukum dengan selainnya baik dalam masalah yang banyak mau pun sedikit.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/131)
Tidak ada perbedaan antara Tartar dengan para penguasa kita hari ini, justru para penguasa kita hari ini lebih parah dari bangsa Tartar, sebagaimana disebutkan melalui komentar ‘Alamah Syaikh Ahmad Syakir atas perkataan Al Hafidz Ibnu Katsir di atas.
“Apakah kalian tidak melihat pensifatan yang kuat dari Al Hafidz Ibnu Katsir pada abad kedelapan hijriyah terhadap undang-undang postif yang ditetapkan oleh musuh Islam Jengish Khan? Bukankah kalian melihatnya mensifati kondisi umat Islam pada abad empat belas hijriyah? Kecuali satu perbedaan saja yang kami nyatakan tadi ; hukum Ilyasiq hanya terjadi pada sebuah generasi penguasa yang menyelusup dalam umat Islam dan segera hilang pengaruhnya. Namun kondisi kaum muslimin saat ini lebih buruk dan lebih dzalim dari mereka karena kebanyakan umat Islam hari ini telah masuk dalam hukum yang menyelisihi syariah Islam ini, sebuah hukum yang paling menyerupai Ilyasiq yang ditetapkan oleh seorang laki-laki kafir yang telah jelas kekafirannya….Sesungguhnya urusan hukum positif ini telah jelas layaknya matahari di siang bolong, yaitu kufur yang nyata tak ada yang tersembunyi di dalamnya dan tak ada yang membingungkan. Tidak ada udzur bagi siapa pun yang mengaku dirinya muslim dalam berbuat dengannya, atau tunduk kepadanya atau mengakuinya. Maka berhati-hatilah, setiap individu menjadi pengawas atas dirinya sendiri.” (Umdatu Tafsir IV/173-174)
Ketika berhukum dengan Ilyasiq bangsa Tatar sudah masuk Islam. Tetapi ketika mereka berhukum dengan Ilyasiq ini dan mendahulukannya atas kitabullah dan sunah Rasul-Nya, para ulama mengkafirkan mereka dan mewajibkan memerangi mereka. Dalam Al Bidayah wa Nihayah XIII/360, Ibnu Katsir berkata tentang peristiwa tahun 694 H, “Pada tahun itu kaisar Tartar Qazan bin Arghun bin Abgha Khan Tuli bin Jengis Khan masuk Islam dan menampakkan keislamannya melalui tangan amir Tuzon rahimahullah. Bangsa Tartar atau mayoritas rakyatnya masuk Islam, kaisar Qazan menaburkan emas, perak dan permata pada hari ia menyatakan masuk Islam. Ia berganti nama Mahmud…”
Beliau juga mengatakan dalam Bidayah wa Nihayah, “Terjadi perdebatan tentang mekanisme memerangi bangsa Tartar, karena mereka menampakkan keislaman dan tidak termasuk pemberontak. Mereka bukanlah orang-orang yang menyatakan tunduk kepada imam sebelum itu lalu berkhianat. Maka Syaikh Taqiyudin Ibnu Taimiyah berkata, “Mereka termasuk jenis Khawarij yang keluar dari Ali dan Mu’awiyah dan melihat diri mereka lebih berhak memimpin. Mereka mengira lebih berhak menegakkan dien dari kaum muslimin lainnya dan mereka mencela kaum muslimin yang terjatuh dalam kemaksiatan dan kedzaliman, padahal mereka sendiri melakukan suatu hal yang dosanya lebih besar berlipat kali dari kemaksiatan umat Islam lainnya.” Maka para ulama dan masyarakat memahami sebab harus memerangi bangsa Tartar. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan kepada masyarakat, “Jika kalian melihatku bersama mereka sementara di atas kepalaku ada mushaf, maka bunuhlah aku.” (Al Bidayah wan Nihayah XIV/25, lihat juga Majmu’ Fatawa XXVIII/501-502, XXVIII/509 dst)
Maksud dari disebutkannya peringatan ini adalah menerangkan tidak benarnya alasan orang yang mengatakan para penguasa hari ini menampakkan Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat sehingga tidak boleh memerangi mereka. Bangsa Tartar juga demikian halnya, namun hal itu tidak menghalangi seluruh ulama untuk menyatakan kekafiran mereka dan wajibnya memerangi mereka, disebabkan karena mereka berhukum dengan Ilyasiq yang merupakan undang-undang yang paling mirip dengan undang-undang positif yang hari ini menguasai mayoritas negeri-negeri umat Islam. Karena itu, Syaikh Ahmad Syakir menyebut undang-undang ini dengan istilah Ilyasiq kontemporer, sebagaimana beliau sebutkan dalam Umdatu tafsir.
Telah menjadi ijma’ ulama bahwa menetapkan undang-undang selain hukum Allah dan berhukum kepada undang-undang tersebut merupakan kafir akbar yang mengeluarkan dari milah.
Ibnu Katsir berkata setelah menukil perkataan imam Al Juwaini tentang Ilyasiq yang menjadi undang-undang bangsa Tatar :
“Barang siapa meninggalkan syari’at yang telah muhkam yang diturunkan kepada Muhammad bin Abdullah penutup seluruh nabi dan berhukum kepada syari’at-syari’at lainnya yang telah mansukh (dihapus oleh Islam), maka ia telah kafir. Lantas bagaimana dengan orang yang berhukum kepada Alyasiq dan mendahulukannya atas syariat Allah? Siapa melakukan hal itu berarti telah kafir menurut ijma’ kaum muslimin.” (Al Bidayah wan Nihayah XIII/128).
Demikianlah risalah singkat ini, penulis memohon kepada Allah ta’ala Yang Maha Berkuasa, untuk menjadikan pembahasan ini semata-mata untuk mencari ridha-Nya. Semoga Allah mengampuni segala ketergelinciran dalam kajian ini, penulis tidak bermaksud selain mencari kebenaran.
Apabila dalam kajian ini ada kebenaran, maka itu dari Allah ta’ala semata. Dan apabila ada kesalahan, maka itu semua dari saya pribadi dan dari setan, Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam berlepas diri darinya.

Wednesday, June 8, 2011

Sepuluh Penghapus Dosa

Diantara jalan bagi penghapus dosa bagi seorang muslim dan mukmin, diantaranya, pertama, membaca istighfar (memohon ampun), kedua, taubat, ketiga, mengerjakan amal-amal kebaikan yang menghapuskan dosa, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya :

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ

"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itlah peringatan bagi orang-orang yang ingat". (QS : Hud :114)

Keempat, berbagai musibah yang menimpa diri manusia yang lemah karena dosa yang telah dilakukannya. Yang paling berat adalah musibah yang mengantarkannya pada kematian dan yang paling ringan adalah duri yang menusuk dirinya serta teriknya sinar matahari yang menyengat.

kelima, doa orang-orang mukmin shalih yang diperuntukkan bagi yang bersangkutan. Keenam, kerasnya rasa sakit saat meregang nyawa dan kesulitan yang dialami oleh orang yang bersangkutan saat menghadapi kematiannya yang kepedihan dan rasa sakitnya tak terperikan. Semoga Allah meringankan penderitaannya bagi diri kami dan juga bari diri anda pada saat yang kritis itu. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Ketujuh, Adzab khubur. Tahukah anda apakah adzab khubur itu? Adzab khubur pasti akan mencabut kalbu orang-orang yang mengesakan dan pasti akan terasa hampir melayangkannya, jika mereka mempunyai sedikit keyakinan tentangnya.

Kedelapan, ketakutan yang sangat pada hari menghadap kepada Allah Ta'ala pada hari Kiamat nanti. Itulah saat kita keluar dari khuburan kita dalam keadaan menangis karena berdosa seraya memilkul semua kesalahan dan kedurahakaan yang telah kita lakukan, lalu kita datang untuk dihadapkan kepada peradilan Allah Ta'ala.

Kesembilan, syafa'at Rasulullah shallahu alaihi wa sallam, syafaat para wali, dan syafaat orang-orang yang shalih. Sesungguhnya hal ini telah dinyatakan kebenarannya oleh kalangan ulama ahli sunnah.

Sepuluh, rahmat dari Yang Maha Penyayang diantara para penyayang. Saat semua rahmat telah habis, semua pintu telah tertutup, dan habislah semua kemampuan para hamba. Saat itulah datang pertolongan dari Allah Yang Maha Esa lagi Maha Membalas dan datanglah rahmah dari Allah Ta'ala, lalu Dia merahmati, menolong, dan menyayangi. Maka rahmat-Nyaadalah akhir dari segalanya,yaitu rahmat dari Yang Maha Penyayang diantara para penyayang.

Selanjutnya Ibn Taimiyah mengatakan, bahwa barangsiapa yang terlewatkan dari sepuluh macam penghapus dosa ini, maka sesungguhnya dia pasti masuk neraka dengan sebenarnya, karena sesungguhnya dia telah lari dari Allah seperti unta yang lari dari pemilikinya dan dia telah pergi dari Allah, sebagaimana seorang budak pembangkang yang pergi dari tuannya.

Kenalilah Esensi Ajaran Pemisahan Negara dengan Agama

Trudeu menulis dalam bukunya, "Bangsa Yang Terkurung", bahwa asal usul keluar gagasan, "Pemisahan Negara Dengan Gereja", ini dari kalangan Katholik Jerman. Sesudah mereka melihat kemenangan kaum Protestan dalam percaturan politik.

Kaum Katholik memperjuangkan pemisahan itu, karena takut kalau-kalau kemenangan mayoritas Protestan itu akan menindas hak minoritas Katholik. Juga kita mengetahui betapa dahsyatnya peperangan yang terjadi antara Protestan dan Katholik, seperti yang terjadi di Irlandia, yang berlangsung berpuluh tahun. Bahkan, peperangan antara Protestan-Katholik itu, sampai membawa raja mereka masing-masing. Kedua agama itu, pengikutnya antara Protestan - Katholik, saling menghancurkan.

Peperangan antara kedua agama itu, baru berhenti sesudah berlangsung selama 30 tahun, sesudah adanya perdamaian Westfalia di tahun 1810, dan kemudian dilanjutkan lagi dengan Convenrentie Weenen sesudah jatuhnya Napoleon.

Esensi perjanjian Westfalia itu, antara lain :

Pertama, persamaan hak antara kerajaan - kerajaan Eropa, baik dari penganut Katholik atau pun Protestan.

Kedua, hapuskan pengaruh Paus dari negara. Sehingga, bebaslah negara-negara itu melakukan tindakan sendiri, baik menentukan agamanya atau menentukan kebijakan politiknya.

Dalam pejanjian itu ditekankan bahwa "Hak-hak Persamaan", ini hanya terdapat antara kerajaan - kerajaan Kristen saja.

Sementara itu, terhadap kerajaan-kerajaan Islam, terutama seperti Kerajaan Ostmasni di Istambul, Kerajaan Islam yang merdeka di Maroko, tidak masuk dalam hal itu. Pendeknya dipandang tidak ada. Malahan dipandang sebagia objek yang akan dibagi-bagi.

Sementara itu, Convenrentie Weenen adalah atas undangan Paus sendiri. Dua hasil yang paling pokok dari Konferensi itu :

Pertama, perseimbangan kekuatan Eropa.

Kedua, "Sumpah Suci". Maksudnya ialah memperkokoh seni akhlak Nasrani ke dalam dan keluar. Kedalam ialah dengan memperkuat masing-masing pemerintahan negara. Keluar, memperkokoh hubungan diplomasi dan secara rahasia menyatukan siasat dalam menghadapi Turki Islam!

Lodewiyck XVIII langsung memasuki Persekutuan itu, dan dengan kembalinya kelaurga Bourbon menduduki Takhta Kerajaan Perancis dan hancurnya kekaisaran Napoleon.

Belumlah lagi, Kristen sebagai agama ditolak, baik di Eropa maupun di Amerika. Beberapa negara Eropa masih saja menuliskan undang-undang dasarnya tentang agamanya yang resmi. Katholik ataupun Protestan.

Protestan dari kalangan Lutheran atau Calvinist. Kepala Negara atau Raja masi tetap disebut pembela agama, atau memerintah atas "Kehendak Tuhan". Agma sebagai sumber moral belum pernah mereka tolak. Yang mereka tolak hanyalah Kekuasaan Paus se bagai Daulat Yang Maha Tinggi, Pemegang Kunci Surga. Atau yang mereka tolak ialah campur tangan golongan pendeta di setiap negara.

Salah satu yang direvolusikan oleh Perancis terhadap Kerajaan Dynasti Bourbon ialah Perdana Menteri seorang Kardinal. Dan dari waktu itu pulalah terdengar propaganda harus ada "toleransi", karena perbedaan agama. Karena ketika itu kebencian memuncak diantara Protestan dan Katholik msih sangat dirasakan. Sampai terjadi perang antara pengikut Protestan dan Katholik di Irlandia, yang berlangsung dalam waktu yang panjang.

Para ahli fikir dan ahli-ahli negara merekapun masih berpendapat dalam bentuk Kristen yang sekarang, adalah agama moral, bukan agama yang mengandung syari'at.

Selanjutnya, dalam perkembangannya, gagasan "Pemisahan Negara dengan Gereja", (bukan dengan agama), kitapun dapat menyaksikan bagaimana kegiatan Negara-negara Barat itu menyebarkan agamanya ke negeri-negeri Muslim yang mereka jajah atau mereka pengaruhi.

Begitulah di semua negeri, dahulu di zaman penjajahan, dan sekarang setelah negeri-negeri itu merdeka, usaha pengkristenan itu lebih berlipat ganda lagi.

Di luar dikampanyekan : "Tirulah kami!". Pisahkan agamau dengan negaramu! Menurut mereka menyebarkan agama Kristen ke negeri-negeri Muslim , adalah "Mission Sacre" (Kewajiban Rohani) yang sangat luhur.

Sedang di dalam negara mereka, mereka menuliskan : "Pemisahan Negara dengan Gereja."

Ajaran yang bathil itu sekarang mau dicangkokkan kepada kaum Muslimin di negeri-negeri Muslim dengan kekuatan mereka. Wallahlu'alam.

Bahayanya Penyakit Munafiq

Ketahuilah, sesungguhnya tubuh ini sering sakit da penyakitnya, sebenarnya mudah dan gambang disembuhkan , karena manusia telah membuka berbagai rumah sakit untuknya dan juga berbagai poliklinik serta berbagai apotik, dan para doker dan perawat serta para apoteker siap untuk mengobatinya.

Tetapi, bila kalbu (hati) manusia dihinggapi oleh penyakit, maka penyakit yangdideritanya sangat berbahaya. Karena dampaknya akan mengahancurkan da membinasakan pasiennya, bahkan dapat menjerumuskannya ke dalam neraka yang besar nyala apinya.

Para tabib hati adalah para Rasul alahaimus sholaatu was sallam, para ulama yang mukhlis, dan para da'i yang waspada.

Ketahuilah, sesungguhnya Allah telah membagi penyakit dalam dua bagian. Kedua bagian ini telah disebutkan dalam al-Qur'anul karim. Ahlul ilmi telah membicaraka masalah penyakit hati ini dan pembahasan yang paling baik dan paling utama dalam membahas masalah ini yang digambarkan oleh Ibnu Qayyim, dalam "Ighootsatul Lahfaan min Mashoo-idisy Syaithoon -Membebaskan yang terjerat oleh jebakan setan".

Ada sebuah penyakit yang tiada obatnya, kecuali yang bersangkutan pasrah kepada Allah dan masuk Islam. Jika tidak, neraka jahanamlah balasannya sebagai pembalasan yang setimpal. Tiada kebebasan dan tiada syafa'at baginya, baik dari para nabi, maupun para rasul, melainkan balasannya adalah kekal di dalam neraka. Jenis penyakit inilah yang disebut dengan penyakit munafiq.

"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya". (QS : al-Baqarah : 10).

Mereka yang munafiq itu adalah orang-orang yang memperlihatkan Islam lahiriyah. Padahal mereka menyembunyikan kekafiran dalam hatinya.Mereka terdapat di setiap kampung, kota, agama,masa, dan zaman dan tempat. Semoga Allah menyelamatkan diri kita dari penyakit ini.

Penyakit munafiq ini bila telah menguasai kalbu seseorang memunyai pertanda-pertanda sebagai berikut :

Pertama, yang bersangkutan enggan shalat berjama'ah. Jika ia shalat, ia mengerjakannya karena riya dan pamer. Allah Ta'ala berfirman :

"Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) dihadapan manusia". (QS : An-Nisa' : 142)

Kedua, mereka jarang mengingata Allah.Bahkann dia lebih banyak menigngat syahwat, makanan, minuman, teman-teman, orang-orang yang dikasihinya, dan tempat-tempat kenikmatan syahwat, tempat tinggal yang indahnya daripada mengingat Allah. Allah telah berfirman :

"Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah, kecuali sedikit sekali". (QS : An-Nisaa : 142)

Ketiga, mereka mengucapkan dengan mulutnya apa yang tidak ada didalam hatinya. Oleh karena itu, mereka suka memuji Islam, orang-orang shalih, al-Qur'an, dan dzikir. Padahal, Allah mengetahui kebencian yang terpendam dalam kalbu mereka terhadap Islam, agama, masjid, dan orang-orang yang berdzikir. Allah Ta'ala berfirman :

"Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu dan dipersaksikannya kepada Alalh (atas kebenaran) isi hatinya. Padahal, ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari mukamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya dan merusak tanaman-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukaikebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya : 'Bertaqwalah kepada Allah', bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) nereka jahanam dan sungguh nereka jahanam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya". (QS : al-Baqarah : 204-206).

Penyakit yang membahayakan ini disebut oleh Allah Ta'ala sebagai penyakit yang sangat parah, yaitu penyakit munafiq.

Ibnu Tamiyah mengatakan kepada salah seorang ahli ilmu manthiq dari kalangan orang-orang munafiq : "Bertaubatlah kepada Allah. Perbanyaklah menyebut nama Allah". Ahli munafiq menjawab : "Aku tidak dapat". Ibnu Tamiyah bertanya : "Mengapa engkau tidak dapat melakukannya?". Ia menjawab : "Aku measaka hatiku tertutup oleh kgelapan yang bertumpang tindih satu sama lainnya".

Adakalnya penyakit ini bila menjangkiti kalbu sebagian orang, akan menjai parahlah ia sehingga yang bersangkutan membenci segala sesutu yang ada kaitannya dengna Islam. Bahkan ada sebagaian orang dar mereka yang berani mengejek al-Qur'an. Manakala ditemui oleh seorang ulama, ia berkata kepadanya : "Ceritakanlah kepadaku sebagian dari kata-kata yang bijak". Si ulama pun mengingatkannyadengan beberapa buah ayat dari al-Qur'an, lalu ia menjawab : "Ini dari al-Baqarah dan al-Imranmu, tetapi berikanlah kepadaku sebagian dari filsafat Socrates da Abicrates". Penyakit in yang bersangkutan sejak mula berpaling dari al-Qur'an.

Memang dikalangan para pemuda sama sekarang terdapat orang yang tidak penah membaca al-Qur'an dan Hadist serta tidak pernah menghadiri majelis agama (Islam) atau pengajian, tetapi dia mempunyai buku-buku referensi musuh-musuh manusia, seperti buku yang berjudul : "Al Insan Laa Yakuunmu Wahdahu" (Manusia tidak dapat berdiri sendiri). Kaifa Tunhi Yaumaka dan Kaifa Tusaithiru 'alaa' Aqlika" (Bagaimanacara anda menguasa akal anda), dan sebagainya.

Orang yang bersangkutan berada dalam kekuasaan halusinasinya dan kemauan hawa nafsunya. Allah Ta'ala berfirman :

"Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghiduan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Bertakalah ia 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang melihat. 'Allah berfirman : 'Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat kami, maka kamu melupakannya dan begitu pula pada hari inipun kamu dilupakan". (QS : Thahaa : 124-126)

Allah Ta'ala berfirman pula :

"Dan apabila diturunkan suatu surat, maka diantara mereka (orang-orang munafiq) ada yang berkata 'Siapa diantara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini? Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira". (QS : at-Taubah : 124)

Bergembirlah bagi orang-orang yang mencintai al-Qur'an dan As-Sunnahnya. Karena tidaklah sekali manusia makin lama duduk, mendengar, dan membacanya,melainkan makin bertambah pula keimannya. Tidak lah pula sekali-kali orang yang berpaling makin bertambah parah, melainkan bertambah kekafiran, kemunafiqan, dan laknatnya. Allah Ta'ala berfirman :

"Adapun orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambahlah kekafiran mereka disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir". (QS : at-Taubah : 125)

Salah seorang ahli ilmu manthiq bernama Ibnu Rawandy bersua dengan salah seorang pedagang dari kalangan kaum muslim dengan membawa ternak sapi, ternak kambing dan ternak unta miliknya. Dia seorang hamba sahaya dan memang kita semua adalah hamba Allah.

Ibnur Rawandiy pun menengadahkan pandangannya ke langit ser aya berkata : "Aku adalah Ibnur Rawandiy yang cerdas, bahkan termasuk yang tercerdas di dunia, sedang budak ini Engkau berikan kepadanya kuda, dan sapi. Dimanakah letak keadilan-Mu? Selanjutnya, Ibnur Rawandy melemparkan roti ke sungai seraya berkata : "Dimanakah letak keadilan-Mu?". Kemudian Ibnur Rawandiy memberikan komentarnya, "Semoga Allah memberkati kebodohan yang disertai dengan ketaqwaan dan semoga Allah melaknat kecerdasan yan diberangi dengan kefasiqan".

Bagaimana kalbu ini menjadi menjerit dan marah seperti itu?Sehingga, yang bersangakutan marah-marah dan menjerit seperti seura keledai?

Allah Ta'ala berfirman :

"Sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, etapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.Mereka itulah orang-orang yang lalai". (QS : al-A'raf : 179).

Penyakit ini menyebabkan penderitanya menjadi kafir, zindiq atau manufiq, dan mereka akan ditenggelamkan ke dalam neraka jahanam. Wallahu'alam.

Bahayanya Sekulerisme - La Diniyah

Kultur imperialisme Barat telah mewariskan semacam “mazhab pikiran” yang amat menyesatkan dunia Islam (Alam Islamy), ialah suatu pandangan hidup yang “serba dunia”, sekulerisme atau La Diniyah!

Faham sekulerisme membawa ajaran, Islam tidak perlu dibawa-bawa mengatur masyarakat. Agama adalah soal pribadi dan ukhrawi, persoalan dunia dan negara, persoalan masyarakat an kehidupan manusia seluruhnya, terserah kepada pikiran, otak dan rasio manusia. Tangan Tuhan tidak boleh ikut campur mengatur urusan manusia.
Ajaran imperialisme Barat itu tentu saja dalam rangka tujuan hendak meng-Kristenkan dan meng-Kafirkan umat Islam, hendak melikwidir Islam dari muka bumi.

Siasat jahat kaum imperialis ini mendapat ruang dan peluang yang lapang di negeri-negeri Islam yang dijajahnya. Kelakuan dan tindak-tanduk para penguasa dan kepala negara yang menyebut dirinya, “wakil Tuhan” di dunia, tetapi sudah menyimpang dari Qur’an dan Sunnah, telah menyekasikan kezaliman Sultan Abdul Hamid yang telah membawa malapetaka bangsa Turki dalam masa yang panjang.

Gerakan Turki Muda dengan pimpinan Mustafa Kamal berhasil menggulingkan kekuasaan Sultan yang zalim itu. Akan tetapi Mustafa Kamal tidak memberikan alternatif yang benar kepada rakyat yang sudah terlepas dari belenggu kezaliman itu. Kemalisme telah mengubah wajah Turki menjadi bangsa dan negara sekuler.

Segala yang berbau “Arab” dimusnahkan. Bahasa ibadah dilarang, karena ia adalah “Arab” yang harus dibasmi. Nasionalisasi dan rasionalisasi dilancarkan. Adzan dan iqamat harus diganti dengan bahasa Turki, tidak boleh lagi dengan bahasa Arab, karena Arab adalah malapetaka dan sumber bencana. Mustafa Kamal hendak membangun sebuah rumah melalui menghancurkan sebuah kota. Bangsa Turki yang pernah dalam sejarah mengambil alih dan meneruskan pimpinan dan kejayaan Islam, dipaksa dengan sekulerisme yang didatangkan dari Barat.

Mustafa Kamal emoh kepada Timur (Islam) dan dia berkiblat ke Barat. Kemalisme hendak membangun Turki Baru dengan jalan menindas kehidupan rohani, kehidupan jiwa bangsa Turki sendiri. Jika hanya menilainya dari satu segi, Mustafa Kamal memang seorang pahlawan.

Dia sukses dan jaya menjatuhkan rezim lama yang zalim. Dia telah diangkat menjadi “Bapak” Republik Turki, dan namanya diganti menjadi dengan Kemal Attaturk, Bapak Bangsa, sebagai tanda penghormatan dan penghargaan kepada jasanya.

Tetapi, apakah dia seorang patriot yang sempurna, masih menjadi pertanyaan? Bahkan patriot yang sempurna harus mengenal betul jiwa bangsanya, nurani dan naluri bangsanya, isi dada, darah dan daging bangsanya?

Kalau Kemal kesal, dendam dan benci melihat praktek para Sulltan sebelum dia mengendalikan negara, orang seperti dia tentunya tahu, bahwa para Sultan itu telah menyimpang dan menyeleweng dari Qur’an dan Sunnah.

Kenapa justru Islam (hukum dan syariahnya) yang harus menerima hukuman pengebirian, dan menggantinya dengan sekulerisme Barat? Sekulerisme atau La Diniyah yang dipaksakan kepada bangsa yang telah berabad-abad menerima dan mengamalkan Islam yang malah telah membuat bangsa Turki menjadi besar dan jaya dalam sejarah. Pada hakekatnya Bapak Turki pada permulaan telah menanamkan bibit antipati dalam hati rakyat. Dia bukan saja tidak mendengar nurani dan naluri bangsanya, tetapi malah menentang hatinurani budi dan naluri bangsanya.

Berhasilkah dia menyembuhkan “Orang sakit Eropa” (Turki) itu dengan resep imperialis, ialah sekulerisme, paham yang memecah dniawi dan ukhrawi, menceraikan jasmani dengan dengan ruhani? Sejarah menyaksikan “Orang sakit” itu masih tetap belum mendapatkan kesembuhannya. Telah puluhan tahun sekulerisme memerintah bangsa Turki, tetapi bangsa itu tetap “Orang sakit” yang menunggu obat.

Tiga tahun yang lalu seorang sahabat yang pernah tinggal di Ankara, ibukota Turki, menceritakan kepada saya, bagaimana nasib malapetaka dan sengsara bangsa Turki sampai sekarang ini. Teman itu berkata, “Seorang penjabat tinggi negara Turki pernah berkata kepda saya dengan nada haru dan keluh kesah, bahwa suatu waktu di di Amerika melihat pembesar-pembesar pemerintah setiap hari minggu datang ke Gereja dengan anak isterinya. Ingin menjabat negara itu hal yang seperti itu berjalan di negerinya, dia ingin mellhat kehidpan yang subur dinegerinya.

Kehidupan rakyat jauh dibawah taraf yang layak sebagai manusia yang adab. Ekonomi dan sosial rakyat belum mendapat perubahan. Jiwa dna nurani rakyat kering. Jika hendak mendirikan masjid atau madrasah harus meminta izin lebih dahulu kepada pemerintah. Sekulerisme sudah kehilangan akal dan kehabisan daya untuk mengendalikan rakyat Islam yang terkenal fanatik dan teguh hati.

Rakyat rindu kebebasan hidup beragama, kebebasan mengembangkan kodrat dan thaat. Rakyat rindu dan terkenang kepada sejarah lama, sejarah nenek moyang yang besar, warisan Islam. Teman itu pernah memberi nasehat kepada teman Turki seraya mengatakan, “.. Kalau Tuan ingin membangun negeri Tuan, ingin membangun kembali bangsa Turki, Tuan harus kembali memaki cara yang pernah menjayakan bangsa ini dahulu”, tukasnya.

Suatu bangsa yang agamanya telah menjadi darah daging, tidak mungkin ditegakkan dengan sistem yang bertentangandengan jiwanya. Sekulerisme mungkin b erhasil dilaksanakan pada bangsa luar Islam. Jika revolusi Perancis gagal, karena rakyat tidak mendapatkan kebbebasan dan dan kebahagiaan dalam soal ekonomi, maka Revolusi Turki Muda gagal, karena tidak berlandaskan semangat dan jiwa rakyat. Bukan di Turki saja, kita melihat adanya sekulerisme. Juga banyak negara-negara Islam yang menyebutkan undang-udang Dasarnya berdasar Islam, tetapi sistem perundang-undangnya menyimpang dari tuntunan syari’ah.

DR. Abdul Qadir Audah rahimahullah, seorang ulama Mesir, yang ikut menggulingkan rezim Farouk waktu Revolusi Mesir 1952, dalam bkunya, “Islam dan Perundan-Undangan” :
“Sudah menjadi tabi’at Islam , bahwa ia merupakan dasar hukum pada tiap negeri yang telah dimasuksinya, dan bila Islam itu merupakan agama, maka ia menjadi syariat yang sempurna tiap-tiap muslim.

Karenanya, syari’at Islam adalah undang-undang yang satu-satunya bagi tiap-tiap bagi negeri Islam sejak Islam menjelma ke negeri itu, dan hal seperti itu berlangsung sampai imperialisme berkuasa menggagahi negeri-negeri Islam itu. Maka masuklah Perundang-undangan Eropa ke negeri-negeri Islam, atau karena pemimpin Islam itu telah dapat ditipu oleh imperialis Barat.

Itulah awalnya bencana yang terjadi di dunia Islam yang menghancurkan umat Islam, dan seluruh struktur kehidupannya.

Hendaklah umat Islam mengerti, bahwa Islamlah yang menciptakan mereka, menjadikannya sebaik-baik umat yang dibangkitkan untuk manusia, dan menyebabkan mereka dulu bisa berkuasa diatas kekuasaan-kekuasaan dunia, dan syariat Isalm itulah yang mengajar dan mendidik mereka, merasakan artinya mulia dan jaya, memberikan kekuatan dan cita-cita, melahirkan pahlawan-pahlawan yang membuka negeri-negeri Islam.

Syariah Islamlah yang membawa manusia kepada persamaan yang sesungguhnya dan keadilan yang mutlak, dan mewajibkan mereka bekerjasama diatas dasar kebaikan dan taqwa, dan bahwa mereka mengajak yang ma'ruf dan mencegah yang mungkar. Sekulerisme dan La Diniyah tidak ada hubungannya dengan kehidupan kaum Muslimin. Wallahu'alam.

Tuesday, June 7, 2011

Bulan Rajab dan Keutamaannya

Bulan Rajab adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan membela diri dan terdesak.[1]  

Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (95): 2)

Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah dzul qa’dah, dzul hijjah, rajab, dan muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان".
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua jumadil dan sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)

Dinamakan Rajab karena itu adalah bulan untuk yarjubu, yakni Ya’zhumu (mengagungkan), sebagaimana dikatakan Al Ashmu’i, Al Mufadhdhal, dan Al Farra’. (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif, Hal. 117. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Banyak manusia meyakini bulan Rajab sebagai bulan untuk memperbanyak ibadah, seperti shalat, puasa, dan menyembelih hewan untuk disedekahkan. Tetapi, kebiasaan ini nampaknya tidak didukung oleh sumber yang shahih. Para ulama hadits telah melakukan penelitian mendalam, bahwa tidak satu pun riwayat shahih yang menyebutkan keutamaan shalat khusus, puasa, dan ibadah lainnya pada bulan Rajab, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalani dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi. Benar, bulan Rajab adalah bulan yang agung dan mulia, tetapi kita tidak mendapatkan hadits shahih tentang rincian amalan khusus pada bulan Rajab. Wallahu A’lam
Sebagai contoh:

“Sesungguhnya di surga ada sungai bernama Rajab, airnya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa yang berpuasa Rajab satu hari saja, maka Allah akan memberikannya minum dari sungai itu.” (Status hadits: BATIL. Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 1898)

“ Ada lima malam yang doa tidak akan ditolak: awal malam pada bulan Rajab, malam nishfu sya’ban, malam Jumat, malam idul fitri, dan malam hari raya qurban.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 1452)
“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” (Status hadits: Dhaif (lemah). Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 4400)

“Dinamakan Rajab karena di dalamnya banyak kebaikan yang diagungkan (yatarajjaba)  bagi Sya’ban dan Ramadhan.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 3708)

Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti shalat raghaib (12 rakaat) pada hari kamis ba’da maghrib di bulan Rajab (Ini ada dalam kitab Ihya Ulumuddin-nya Imam Al Ghazali. Segenap ulama seperti Imam An Nawawi mengatakan ini adalah bid’ah yang buruk dan munkar, juga Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Nuhas, dan lainnya mengatakan hal serupa).

Walau demikian, tidak berarti kelemahan semua riwayat ini menunjukkan larangan ibadah-ibadah  secara global. Melakukan puasa, sedekah, memotong hewan untuk sedekah, dan amal shalih lainnya adalah perbuatan mulia, kapan pun dilaksanakannya termasuk bulan Rajab, kecuali puasa pada hari-hari terlarang puasa.

Tidak mengapa puasa pada bulan Rajab, seperti puasa senin kamis dan ayyamul bidh (tanggal 13,14,15 bulan hijriah), sebab ini semua memiliki perintah secara umum dalam syariat yang dilakukan pada bulan apa saja. Tidak mengapa pula sekedar ingin puasa mutlak tanggal 1,2, dan 3 Rajab dengan tanpa embel-embel keyakinan yang tanpa dasar. Tidak mengapa sekedar memotong hewan untuk disedekahkan, yang keliru adalah meyakini dan MENGKHUSUSKAN ibadah-ibadah ini dengan fadhilah tertentu yang hanya bisa diraih di bulan Rajab, dan tidak pada bulan lainnya. Jika seperti ini, maka membutuhkan dalil shahih yang khusus, baik Al Quran atau As Sunnah. Jika tidak ada maka hal itu menjadi ibadah muhdats (baru) dan mengada-ngada.

Sementara itu, mengkhususkan menyembelih hewan (istilahnya Al ‘Atirah) pada bulan Rajab, telah terjadi perbedaan pendapat di dalam Islam. Imam Ibnu Sirin mengatakan itu sunah, dan ini juga pendapat penduduk Bashrah, juga Imam Ahmad bin Hambal sebagaimana yang dikutip oleh Hambal. Tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa hal itu adalah kebiasaan jahiliyah yang telah dihapuskan oleh Islam. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits shahih: “Tidak ada Al Fara’ dan Al ‘Atirah.” (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif Hal. 117)

Namun, jika sekedar ingin menyembelih hewan pada bulan Rajab, tanpa mengkhususkan dengan fadhilah tertentu pada bulan Rajab, tidak mengapa dilakukan. Karena Imam An Nasa’i meriwayatkan, bahwa para sahabat berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, dahulu ketika jahiliyah kami biasa menyembelih pada bulan Rajab?” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اذبحوا لله في أي شهر كان
“Menyembelihlah karena Allah, pada bulan apa saja.” (HR. An Nasa’i, hadits ini shahih. Lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 1/208)

Benarkah Isra Mi’raj Terjadi Tanggal 27 Rajab?

Ada pun tentang Isra’ Mi’raj, benarkah peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab? Atau tepatnya 27 Rajab? Jawab: Wallahu A’lam. Sebab, tidak ada kesepakatan para ulama hadits dan para sejarawan muslim tentang kapan peristiwa ini terjadi, ada yang menyebutnya Rajab, dikatakan Rabiul Akhir, dan dikatakan pula Ramadhan atau Syawal. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 7/242-243)    

Imam Ibnu Rajab Al Hambali  mengatakan, bahwa banyak ulama yang melemahkan pendapat bahwa peristiwa Isra terjadi pada bulan Rajab, sedangkan Ibrahim Al Harbi dan lainnya mengatakan itu terjadi pada Rabi'ul Awal. (Ibid Hal. 95).

Beliau juga berkata:
و قد روي: أنه في شهر رجب حوادث عظيمة ولم يصح شيء من ذلك فروي: أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد في أول ليلة منه وأنه بعث في السابع والعشرين منه وقيل: في الخامس والعشرين ولا يصح شيء من ذلك وروى بإسناد لا يصح عن القاسم بن محمد: أن الإسراء بالنبي صلى الله عليه وسلم كان في سابع وعشرين من رجب وانكر ذلك إبراهيم الحربي وغيره
"Telah diriwayatkan bahwa pada bulan Rajab banyak terjadi peristiwa agung dan itu tidak ada yang shahih satu pun. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dilahirkan pada awal malam bulan itu, dan dia diutus pada malam 27-nya, ada juga yang mengatakan pada malam ke-25, ini pun tak ada yang shahih. Diriwayatkan pula dengan sanad yang tidak shahih dari Al Qasim bin Muhammad bahwa peristiwa Isra-nya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam terjadi pada malam ke-27 Rajab, dan ini diingkari oleh Ibrahim Al Harbi dan lainnya." (Lathaif Al Ma'arif Hal. 121. Mawqi' Ruh Al Islam)  

Sementara, Imam Ibnu Hajar mengutip dari Ibnu Dihyah, bahwa: “Hal itu adalah dusta.” (Tabyinul ‘Ajab hal. 6). Imam Ibnu Taimiyah juga menyatakan peristiwa Isra’ Mi’raj tidak diketahui secara pasti, baik tanggal, bulan, dan semua riwayat tentang ini terputus dan berbeda-beda.
Sekian. 

Wallahu A’lam